Love what you do, Do What you love

Senin, 04 Maret 2013

Fatwa DSN MUI


FATWA DSN TERKAIT ASURANSI SYARIAH

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia terkait praktek asuransi syariah terdapat pada Fatwa nono: 39/DSN-MUI/X/2002 Tentang  ASURANSI HAJI.

Di dalam fatwa tersebut diatur beberapa aspek terkait penerapan asuransi haji baik konsep dan operasionalnya yakni sebagai berikut:

Pertama : Ketentuan Umum
1.  Asuransi Haji yang tidak dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang menggunakan sistem konvensional.
2. Asuransi Haji yang dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
3. Asuransi Haji yang berdasarkan prinsip syariah bersifat ta'awuni (tolong menolong) antar sesama jama'ah haji.
4. Akad asuransi haji adalah akad Tabarru' (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesama jama'ah haji yang terkena musibah. Akad dilakukan antara jamaah haji sebagai pemberi tabarru dengan Asuransi Syariah yang bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Kedua : Ketentuan Khusus
1.  Menteri Agama bertindak sebagai pemegang polis induk dari seluruh jamaah haji dan bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadah haji, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Jamaah haji berkewajiban membayar premi sebagai dana tabarru' yang merupakan bagian dari komponen Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
3.  Premi asuransi haji yang diterima oleh asuransi syariah harus dipisahkan dari premi-premi asuransi lainnya.
4. Asuransi syariah dapat menginvestasikan dana tabarru' sesuai dengan fatwa DSN no. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah, dan hasil investasi ditambahkan ke dalam dana tabarru'.
5.  Asuransi syariah berhak memperoleh ujrah (fee) atas pengelolaan dana tabarru' yang besarnya ditentukan sesuai dengan prinsip adil dan wajar.
6.  Asuransi syariah berkewajiban membayar klaim kepada jamaah haji sebagai peserta asuransi berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
7.  Surplus operasional adalah hak jamaah haji yang pengelolaannya diamanatkan kepada Menteri Agama sebagai pemegang polis Induk untuk kemaslahatan umat.

Ketiga : Penyelesaian Perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah yang berkedudukan di Indonesia setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyarawah.

Keempat : Penutup
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. [LFD]

to be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar