Love what you do, Do What you love

Kamis, 28 Februari 2013

Fatwa DSN MUI

 FATWA DSN TERKAIT ASURANSI SYARIAH

Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia terkait praktek asuransi syariah terdapat pada Fatwa no: 21/DSN-MUI/X/2001, Tentang Pedoman Umum Asuransi 

Di dalam fatwa tersebut diatur beberapa aspek terkait penerapan asuransi syariah baik konsep dan operasionalnya yakni:
Pertama : Ketentuan Umum
1. Asuransi syariah (ta’min, takful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2 Akad yang sesuai dengan syariah yangdimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
3. Akad tijaroh adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil.
4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
5 Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi seuai dengan kesepakatan dalam akad.
6 Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajb diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

 Kedua : Akad dalam asuransi

1. Akad yang dilakukan antara eserta dengan peserta dengan perusahaan tersiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru’
2.Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah.
3.Dalam akad sekurang-kurangnya harus disebutkan:
 a.Hak & kewajiban peserta dan perusahaan; 
b.Cara dan waktu pembayaran premi; 
c.Jenis akad tijarah dan/atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Ketiga:Kedudukan para pihak dalam akad tijarah & tabarru’
1. Dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis). 
2.Dalam akad tabarrru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Keempat   : Ketentuan dalam akad tijarah & tabarru’ 
1.Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
 2 Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah. 

Kelima  : Jenis asuransi dan akadnya
1. Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
2.Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.

Keenam  : Premi
1. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru. 
2.Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
3 Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. 
4. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru dapat diinvestasikan.

Ketujuh  : Klaim
1.   Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
2.  Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
3.  Klaim atas akad tijarah sepenuhnya
      merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. 
4.  Klaim atas akad tabarru merupakan hak
peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.

 Kedelapan  : Investasi
1. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
2. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.

Kesembilan  : Reasuransi
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

Kesepuluh : Pengelolaan
1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
 2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah
(mudharabah).
3. Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).

Kesebelas : Ketentuan tambahan
1. Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.
2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyarawah. [LFD]

to be continued...


Sabtu, 23 Februari 2013

Artikel Asuransi

Pengertian Asuransi
Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga, oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan banyak korban, baik korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan perlunya asuransi. Bagi setiap anggota masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk mengalami ketidakberuntungan (misfortune) seperti ini selalu ada (Kamaluddin:2003). Dalam rangka mengatasi kerugian yang timbul, manusia mengembangkan mekanisme yang saat ini kita kenal sebagai asuransi.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk mengalihkan resiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya (Morton:1999).
Pada dasarnya, polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi) dengan tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan pembayaran (premi) tertentu dari tertanggung.


Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Agar suatu kerugian potensial (yang mungkin terjadi) dapat diasuransikan (insurable) maka harus memiliki karakteristik: 1) terjadinya kerugian mengandung ketidakpastian, 2) kerugian harus dibatasi, 3) kerugian harus signifikan, 4) rasio kerugian dapat terprediksi dan 5) kerugian tidak bersifat katastropis (bencana) bagi penanggung.
Timbul pertanyaan; kematian adalah sesuatu yang pasti, mengapa bisa diasuransikan? Meski merupakan sesuatu yang mengandung kepastian, namun kapan tepatnya saat kematian seseorang berada diluar kendali orang tsb. Sehingga saat terjadinya peristiwa kematian yang betul-betul mengandung ketidakpastian inilah yang menyebabkannya insurable.
Ada dua bentuk perjanjian dalam menetapkan jumlah pembayaran pada saat jatuh tempo asuransi yaitu: kontrak nilai (valued contract) dan kontrak indemnitas (contract of indemnity). Kontrak nilai adalah perjanjian dimana jumlah pembayarannya telah ditetapkan dimuka. Misal, nilai Uang Pertanggungan (UP) pada asuransi jiwa. Kontrak indemnitas adalah perjanjian yang jumlah santunannya didasarkan atas jumlah kerugian finansial yang sesungguhnya. Misal, biaya perawatan rumah sakit.
Dalam hal perusahaan asuransi berusaha menekan kemungkinan kerugian yang fatal/besar, maka dapat mengalihkan resiko kepada perusahaan asuransi lain. Hal ini disebut reasuransi; perusahaan yang menerima reasuransi dinamakan reasuradur.
Selain kelima karakteristik diatas, sebelum dapat diasuransikan, maka perusahaan asuransi harus mempertimbangkan insurable interest dan anti seleksi. Insurable interest berkaitan dengan hubungan antara tertanggung dengan penerima santunan/manfaat – dalam hal terjadi kerugian potensial. Contoh, perusahaan asuransi tidak akan menjual polis asuransi kebakaran kepada pihak selain pemilik gedung yang diasuransikan. Insurable interest dlm contoh ini adalah kepemilikan thd sesuatu yang diasuransikan. Begitu pula hubungan keluarga, keterkaitan financial yang beralasan, juga merupakan bentuk insurable interest. Yang dimaksud anti seleksi (kontra seleksi) mengacu pada adanya kecenderungan lebih besar untuk ikut asuransi karena memiliki tingkat resiko diatas rata-rata. Contoh, orang yang memiliki catatan kesehatan buruk atau resiko pekerjaan berbahaya cenderung mau membeli asuransi. Untuk mengurangi akibat anti seleksi, perusahaan asuransi harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi potensi resiko atau kerugian. Proses identifikasi dan klasifikasi tingkat resiko itu disebut underwriting atau seleksi resiko. Namun bukan berarti anti seleksi menyebabkan pengajuan asuransinya ditolak, karena bagi tertanggung dengan resiko kerugian diatas rata-rata dapat dikenakan premi sub standar (premi khusus) disebabkan resikonya sub standar (resiko khusus) kecuali jika kemungkinan kerugiannya jauh lebih tinggi, mungkin permohonan asuransinya ditolak.
Sejarah Asuransi
Asuransi berasal mula dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffee House London berdirilah Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional. Sumber hukum asuransi adalah hukum positif, hukum alami dan contoh yang ada sebelumnya sebagaimana kebudayaan.
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Asuransi sebagai mekanisme pemindahan resiko dimana individu atau business memindahkan sebagian ketidakpastian sebagai imbalan pembayaran premi. Definisi resiko disini adalah ketidakpastian terjadi atau tidaknya suatu kerugian (the uncertainty of loss).
Asuransi di Indonesia berawal pada masa penjajahan Belanda, terkait dengan keberhasilan perusahaan dari negeri tersebut di sektor perkebunan dan perdagangan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi. Perkembangan industri asuransi di Indonesia sempat vakum selama masa penjajahan Jepang.
Kebutuhan Jaminan yang Dapat Dipenuhi oleh Asuransi Jiwa
1) Kebutuhan Pribadi, meliputi: penyediaan biaya-biaya hidup final seperti biaya yang berkaitan dengan kematian, biaya pembayaran tagihan berupa hutang atau pinjaman yang harus dilunasi; tunjangan keluarga; biaya pendidikan; dan uang pensiun. Selain itu, polis asuransi jiwa yang memiliki nilai tunai dapat digunakan sebagai tabungan maupun investasi.
2) Kebutuhan Bisnis, seperti: insurance on key persons (asuransi untuk orang-orang penting dalam perusahaan); insurance on business owners (asuransi untuk pemilik bisnis); employee benefit (kesejahteraan karyawan) contohnya asuransi jiwa dan kesehatan kumpulan.
sumber : Morton, G. (1999). Principles of Life and Health Insurance. LOMA.

posted by : Ita ( Indah Tri Asmorowati )

Senin, 18 Februari 2013

Ringkasan Materi Asuransi Syariah

12 Februari 2013

Bank dan Asuransi sama – sama merupakan lembaga intermediary. Maksudnya adalah lembaga yang menyalurkan dana dari nasabah yang surplus dana kepada nasabah yang defisit dana. Asuransi dalam bahasa inggris disebut Insurance. Sedangkan pengertian asuransi ini asal mulanya berasal dari bahasa Belanda yakni Assurantie yang berarti pertanggungan. Sedangkan menurut UU No. 2 Tahun 1992, Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak dengan membayar dan menerima premi atas kerugian pihak tertanggung.

Secara umum kita dapat mengartikan jika usaha yang dilaksanakan oleh perusahaan asuransi adalah bisnis resiko. Di dalam Islam bisnis resiko ini adalah sama saja melakukan jual – beli resiko dimana di dalamnya banyak terdapat kemudharatan seperti adanya ketidakjelasan, maysir, magrib gharar dan lain sebagainya. Di dalam Islam jual – beli resiko ini hukumnya haram. Maka dari itu beberapa ulama mengatakan jika asuransi ini hukumnya haram jika dilakasanakan.

Sejarah Asuransi
Asuransi ini sebenarnya sudah ada sejak zaman masyarakat Babilonia ( 4000 – 3000 SM ) yang dikenal dengan Perjanjian Hamurabi. Kemudian pada tahun 1668 M di Coffe House London telah didirikan Lloyd of London. Pendirian Lloyd of London ini karena dilatar belakangi oleh adanya peristiwa kebakaran besar yang terkenal dengan sebuatan Great Fire. Hal inilah yang menjadi cikal bakal asuransi konvensional.

Konsep Asuransi Konvensional
Konsep Asuransi Konvensional adalah Transfer of Risk atau dengan kata lain memberikan resiko satu pihak yang terkena musibah kepada pihak yang tidak terkena musibah. Dalam pandangan Islam hal ini disebut sebagai jual – beli resiko. Dan seperti yang telah diterangkan diatas jika hal tersebut banyak mengandung kemudharatan, maka beberapa ulama berpendapat jika asuransi itu hukumnya haram.

Asuransi Syariah
Pengertian Asuransi Syariah menurut DSN No. 21 tahun 2001 adalah usaha saling melindungi dan tolong – menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk asset dan tabaru yang memberikan pada pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Praktik Asuransi Syariah pada zaman Rasulullah
1.    Konsep Aqilah
2.    Konsep Diyat
3.    Konsep Fidyah
4.    Konsep Munahadah
5.    Konsep Asuransi Kelautan

Dalil Asuransi Syariah
Dalil Asuransi Syariah tertera dalam QS. Al – Maidah : 2
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#q=ÏtéB uŽÈµ¯»yèx© «!$# Ÿwur tök¤9$# tP#tptø:$# Ÿwur yôolù;$# Ÿwur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |MøŠt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6tƒ WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4 #sŒÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rߊ$sÜô¹$$sù 4 Ÿwur öNä3¨ZtB̍øgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  

Konsep Asuransi Syariah
Dalam Asuransi Syariah konsep yang digunakan adalah konsep sharing of risk ( membagi resiko ). ini berbeda dengan dengan konsep konvensional yang metransfer resiko atau dengan kata lain jual – beli resiko.
Jenis – jenis Asuransi
1.    Ta'min Khairy
2.    Ta'min Ta'awuni
3.    Ta'min Tijari


Posted by : Lili Fajri dan Ita